Salah satu keresahan para lulusan Sekolah SMA/SMK/Sederajat dalam memutuskan untuk mendaftar perguruan tinggi adalah terkait tentang test seleksi masuk.

Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan yang diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, kompeten, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Namun, untuk dapat masuk ke perguruan tinggi, calon mahasiswa harus melewati tes masuk yang sering kali dianggap tidak relevan dengan tujuan pendidikan tinggi itu sendiri.

Tes masuk perguruan tinggi, khususnya di Indonesia, selama ini lebih menekankan pada penguasaan materi pelajaran tertentu yang bersifat hafalan dan memorisasi. Hal ini membuat para siswa cenderung belajar secara selektif dan tidak menyeluruh, serta kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis, analitis, dan kreatif.

Selain itu, tes masuk perguruan tinggi juga dinilai tidak adil dan tidak merata. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakadilan dan ketimpangan tersebut antara lain adalah biaya tes yang mahal, akses informasi yang terbatas, ketersediaan fasilitas belajar yang berbeda-beda, serta kualitas guru yang rendah.

Oleh karena itu, banyak pihak yang menuntut adanya perubahan sistem seleksi masuk perguruan tinggi yang lebih relevan dengan kualitas lulusan yang diharapkan. Salah satu perubahan yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah menghapus tes mata pelajaran dalam seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN), dan menggantinya dengan tes skolastik yang menekankan pada kemampuan bernalar dan berpikir kritis.

Perubahan ini diharapkan dapat mendorong pembelajaran yang menyeluruh dan merata, memilih jurusan yang sesuai dengan bakat dan minat, serta memiliki kemampuan penalaran yang sistematis dan kognitif2. Namun, perubahan ini juga harus diikuti dengan perbaikan pola mengajar guru, sosialisasi dan pelatihan untuk guru dan siswa, serta peningkatan kualitas pendidikan dasar dan menengah.